Lompat ke isi utama

Berita

Fierly Murdlyat Mabrurri: 116 Bulan di KPU

Fierly Murdlyat Mabrurri: 116 Bulan di KPU

Desember 2013, kali pertama saya diangkat menjadi anggota KPU Kota Serang periode 2013-2018. Empat komisioner lainnya adalah Heri Wahidin, Ali Faisal, Durotul Bahiyah, dan Ahmad Syarifudin. Peristiwa itu terjdi hanya 4 bulan sebelum pelaksanaan Pemilu 2014, yang dihelat bulan April.

“Peristiwa Walantaka” adalah ujian sesungguhnya. Di tengah upaya mengkonsolidasikan diri menjadi seorang penyelenggara pemilu, kejadian tersebut membutuhkan konsentrasi khusus dalam penyikapannya. Belasan oknum penyelenggara di tingkat kelurahan dan kecamatan harus diberhentikan karena dugaan melakukan manipulasi perolehan suara salah seorang bacaleg.

Walhasil, keanggotaan PPK Walantaka dirangkap langsung oleh komisioner KPU Kota Serang. Plus beberapa PPS di kelurahan. Saya ingat betul, selain bertindak sebagai Anggota PPK Walantaka, saya juga melakoni peran sebagai Ketua PPS Pipitan, sepanjang tahapan Pilpres yang digelar Juli 2014.

Insiden tersebut berdampak besar terhadap psikologis seluruh penyelenggara pemilu di Kota Serang. Tindakan beberapa oknum itu kemudian seolah menjadi stigma bahwa secara keseluruhan tata kelola pemilu di Kota Serang berlangsung dalam kondisi yang manipulatif dan licik.

Peristiwa itu seolah mengkonfirmasi analisa para praktisi dan aktivis bahwa demokrasi prosedural di Indonesia tidak ditopang oleh integritas penyelenggara pemilu yang baik. Frame itu pula yang sering saya giring dalam setiap penulisan berita politik, ketika kurang lebih selama 7 tahun sebagai jurnalis di salah satu koran lokal di Banten.

Butuh waktu setahun bagi saya untuk melakukan perenungan diri sekaligus otokritik terhadap peran sebagai anggota KPU pasca “Peristiwa Walantaka.” Bagaimana mungkin hal demikian terjadi, apa faktor pendorongnya, bagaimana cara membalikan situasi tersebut, apa pembenahan yang harus dilakukan ke depan. Pertanyaan itu terus berkecamuk di benak pikiran.

Tahun 2015 bisa dikatakan fase pengendalian diri. Karena 2016, kami sudah memulai tahapan Pilkada Provinsi Banten yang pemungutan suaranya digelar Februari 2017. Jeda beberapa bulan, konsentrasi beralih menuju tahapan Pilkada Kota Serang yang digelar Juni 2018.

Maka terjadilah “Insiden Kalanganyar.” Yakni praktek politik uang yang menjerat salah satu ketua parpol dengan pemilih yang merupakan warga Kelurahan Kalanganyar, Kecamatan Taktakan. Baik penerima maupun pemberi, dijatuhi sanksi pemidanaan oleh majelis hakim PN Serang. Peristiwa hukum itu kemudian berimplikasi politik karena parpol pengusung salah satu kandidat walikota dan wakil walikota melakukan aksi walkout saat rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara yang digelar KPU Kota Serang. Hasil pilkada juga kemudian digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Meskipun pada gilirannya, MK mengukuhkan hasil pilkada yang sebelumnya telah ditetapkan KPU Kota Serang.

Dua aduan dugaan pelanggaran kode etik juga telah menanti KPU Kota Serang di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Satu aduan, DKPP menjatuhkan vonis rehabilitasi kepada seluruh komisioner KPU Kota Serang. Artinya kami dinyatakan tidak bersalah. Aduan itu disampaikan oleh kandidat yang diusung oleh koalisi beberapa parpol. Sementara untuk aduan yang diajukan bakal calon dari jalur perseorangan, yang dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh KPU, kami dinyatakan bersalah oleh DKPP, karena tidak profesional dalam mengelola tahapan verifikasi faktual dukungan calon perseorangan. Sebelum masuk ke DKPP, bakal calon perseorangan tersebut juga melakukan sengketa proses ke Bawaslu Kota Serang, kemudian ke Pengadilan Tinggi TUN Jakarta, hingga akhirnya ke Mahkamah Agung (MA).

Di tengah dinamika dimaksud, seleksi KPU Kota Serang berlangsung mulai September 2018. Atas pertimbangan tertentu, saya memutuskan untuk mencalonkan diri kembali. Bulan Desember, lima komisioner KPU Kota Serang periode 2018-2023, akhirnya dilantik. Mereka adalah Ade Jahran, Fierly Murdlyat Mabrurri, Nanas Nasihudin, Patrudin, dan Fahmi Musyafa.

Ini adalah pemilu serentak 5 surat suara yang digelar di Indonesia. Pasca pemungutan suara April 2019, dua peristiwa terjadi sekaligus. “Skandal Sumur Pecung” dan “Kasus Cipocok.” Yang pertama adalah pemungutan suara ulang (PSU) yang terjadi akibat oknum KPPS yang mencoblos belasan surat suara. Oknum KPPS tersebut juga dikenakan sanksi pidana pemilu oleh PN Serang. Sementara PSU yang terjadi di Kelurahan Cipocok Jaya adalah murni pelanggaran administrasi akibat pemilih dengan KTP elektronik luar Kota Serang menggunakan hak pilih tanpa menunjukkan surat pindah memilih.

Setelah pemilu, pandemi Covid 19, menerpa Indonesia, tak terkecuali di Banten. Juli 2021, kami sekeluarga terjangkit virus. Lebih dari 10 hari kami melakukan isolasi mandiri di tengah pemberitaan yang mengerikan atas dampak virus tersebut. Alhamdulillah kami semua berangsur pulih. Momentum ini juga menjadi bekal instrospeksi yang paling berharga.

Awal tahun 2023, sudah muncul diskusi baik di kalangan sahabat maupun keluarga, tentang bagaimana kelanjutan karier saya sebagai penyelenggara pemilu. Saya putuskan untuk kembali berkarir kali ini di ruang yang berbeda yakni sebagai pengawas pemilu. Tentu ini tantangan tersendiri dan butuh adaptasi yang tidak mudah.

Jika digenapkan dua periode di KPU, maka jumlah bulan yang dijalani adalah 120. Desember 2013 hingga Desember 2023. Namun, takdir Tuhan berkehendak lain. Setelah melewati tahap seleksi yang begitu ketat, tanggal 19 Agustus 2023, saya dilantik menjadi komisioner Bawaslu Kota Serang periode 2023-2028. Sungguh amanat yang maha berat. Genap sudah pengabdian di KPU selama 116 bulan. Empat bulan tersisa menuju Desember 2023, ruangan kerja saya akan dibiarkan kosong tanpa penghuni, menunggu sang komisioner baru.

Saya tinggalkan KPU dengan penuh rasa yang bercampur padu. Mungkin ada sedikit kebaikan, malah banyak kesalahan yang membekas. Tentu kata paling bijaksana untuk mengakhiri adalah permohonan maaf tak terhingga kepada segenap keluarga besar KPU, PPK, PPS, pantarlih, dan bahkan KPPS yang pernah bekerjasama dengan saya. Saya ingin meninggalkan legasi yang baik, namun tentu itu semua bertumpuk dengan kekhilafan saya selama menjalani peran sebagai komisioner.

Salam hangat saya untuk pasukan Divisi Teknis KPU Kota Serang, terutama Janji dan Didin, teruslah menjadi “Korea Korea” yang handal. Untuk pasukan “Kuda Merah” yang tak kenal lelah mengawal tahapan di tingkat kecamatan, Amoy dan Iing, serta kawan-kawan PPK sehaluan yang lain, tetaplah merdeka selagi kalian bisa. Di tingkat kelurahan, Firda di Kuranji; Munawaroh di Mesjid Priyayi; Suhaemi di Lontar Baru; Dasuki di Pageragung; Sahroni di Tinggar; dan Rohamtullah di Panancangan; serta kawan-kawan yang lain, jadikan ini sebagai karier kepemiluan yang berkualitas. Sampai kapanpun, saya akan tetap menjadi kawan yang setia. Kepada para senior dan sahabat, saya haturkan rasa hormat tak terhingga. Khansaa Sarah Mabrurri, Fatimah Azzahrah Mabrurri, doain papa ya. Merdeka!!! (*)